DONGENG : ANGIN DAN MATAHARI
oleh Seseorang, 12 Tahun Yang Lalu
Di suatu lembah angin bertiup sangat kencang, sehingga menyebabkan banyak pohon tumbang dan rumah-rumah penduduk rusak berat. Melihat keadaan itu, matahari menegur angin. “Jangan kamu berbuat seperti itu, kasihan mereka yang mengalami musibah. Belum lagi hutan menjadi rusak oleh karena ulahmu.”
Mendengar teguran matahari, angin pun berkata, “Jangan merasa hebat dan sembarang menegur,. Saya lakukan semua itu hanya karena ingin menunjukan kepadamu bahwa saya jauh lebih hebat dari kamu”.
“Baiklah, kalau memang engkau merasa hebat, marilah kita bertaruh di tempat lain. Untuk membuktikan siapa dari kita yang lebih hebat, kamu atau saya,” kata matahari. Mendengar tantangan itu, angin pun menyetujuinya. Kemudian mereka menentukan kapan dan di mana mereka harus bertarung menguji kehebatan mereka, yaitu esok hari di sebuah gurun pasir pada jam 12 siang.
Keesokan harinya, di mana kesepakatan telah ditentukan, angin bertemu matahari. Ia pun lalu berkata, “Mari kita menguji kehebatan kita melalui musafir yang sedang melintasi gurun pasir ini. Apakah kamu setuju dan siapa yang akan memulainya terlebih dahulu?”
“Baik kalau begitu, saya setuju tantangan kamu. Karena ide itu berasal dari kamu, saya persilakan kamu menunjukkan kebolehan kamu lebih dahulu. Namun, dengan suatu persyaratan tidak boleh melukai musafir tersebut,” kata matahari kepada angin.
Angin pun menyetujui lalu bersiap-siap untuk menunjukkan kehebatannya. Dia mengeluarkan kekuatan untuk menimbulkan angin disertai debu dan pasir menyerang tubuh sang musafir. Musafir pun segera menutupi badan dan wajahnya dengan jubahnya agar tidak kemasukan pasir. Dalam beberapa menit, musafir itu kewalahan dan sesekali menghentikan langkahnya karena begitu kencangnya angin dan badai pasir yang terjadi. Melihat keadaan itu matahari pun menegur angin, “Mengapa kamu melanggar perjanjian kita? Perbuatanmu dapat melukai musafir itu.”
Angin mengelak tuduhan itu dengan alasan bahwa yang ingin ditunjukkan bahwa sang musafir merasa takut padanya sehingga menutup badan dan wajahnya dengan jubahnya, rasa takut itu yang dapat menunjukan bahwa angin lebih hebat dari matahari.
Karena tidak ingin berdebat, matahari pun mengikuti aturan pertarungan yang sudah diubah oleh angin.
“Baiklah, apabila jubah sang musafir dapat saya tanggalkan, maka engkau harus mengakui bahwa dia tidak takut kepada kamu dan kamu harus mengakui kekalahan kamu,” kata matahari.
Segera saja, matahari mengeluarkan sinarnya dengan lembut mengikuti langkah musafir. Perlahan-lahan terlihat jubah yang menutupi wajanya mulai ditanggalkan karena teriknya matahari. Melihat kejadian itu, kemudian matahari menambah lagi kekuatan sinarnya, sehingga musafir akhirnya menanggalkan jubahnya dan memasukannya ke dalam tas jinjingan yang dibawanya.Melihat keadaan itu, angin pun berkata, “Mengapa engkau tidak mengeluarkan seluruh kekuatanmu sehingga membuat musafir itu mati kepanasan?”Matahari pun menjawab, “Bukankah engkau yang mengubah aturan pertarungannya dan menyetujui bahwa ukuran kemenangannya terletak pada jubah yang dikenakan oleh sang musafir? Saya tetap pada pendirian saya, tidak ingin melukai sang musafir. Saya cukup menanggalkan jubahnya untuk membuktikan bahwa sayalah yang lebih hebat dari kamu dengan cara yang lebih bijak. Oleh karena itu, kamu harus mengakui bahwa sayalah yang lebih hebat”Dengan rasa malu, angin pun mengakui kekalahanya dan berjanji tidak akan mengganggu sang musafir melintasi gurun tersebut. Cerita di atas mengajarkan kepada kita agar tidak sombong dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan kita. Karena dengan kesombongan dan kelicikan, walau sesekali menujukan kehebatan kita atau membuat kita sebagai pemenang, bukan berarti selamanya akan abadi. Pada suatu saat, perbuatan yang tidak baik itu akan membuat kita terperangkap dan mempermalukan diri kita sendiri.
Ada 3 komentar pada diskusi ini
12 Tahun Yang Lalu
12 Tahun Yang Lalu
12 Tahun Yang Lalu