Anak kreatif dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya dengan cara yang efektif, tidak takut melakukan kesalahan, mau berusaha dan mangambil risiko hingga mendapatkan ide yang inovatif.
Orangtua dan guru harus mampu menciptakan iklim yang menunjang dan mendorong anak merasa tertantang untuk berkreasi.
Banyak orangtua, sadar atau tidak, menganggap anak yang pandai adalah anak yang unggul secara akademik. Tanpa menyadari bahwa kreativitas dan bakat juga perlu dibangun agar anak berhasil dalam kehidupan.
Tantangannya adalah, bagaimana mendidik anak agar menjadi unggul secara akademik dan juga kreatif ?
Yelia Dini Puspita, M.Psi, dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI) mengatakan, kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir secara berbeda sehingga menghasilkan pemecahan masalah yang unik yang tidak dipikirkan oleh kebanyakan orang. Kreativitas juga merupakan kemampuan untuk menghasilkan sebuah karya yang bersifat original, memiliki daya guna yang tinggi, bermanfaat bagi lingkungan maupun untuk memecahkan persoalan.
“Jika ditanya seberapa penting kreativitas memengaruhi kehidupan anak kelak, dapat dikatakan sangat penting. Anak yang kreatif akan dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya dengan cara yang efektif, tidak hanya yang bersifat akademis atau teoritis, tetapi juga yang praktis yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Yelia.
Selain itu, sambungnya, anak yang kreatif tidak takut melakukan kesalahan. Mereka mau terus berusaha dan mengambil risiko hingga mendapatkan ide yang inovatif. Anak kreatif juga mampu belajar lebih cepat ketika diberikan tugas-tugas baru. Hal ini turut mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian dalam bertindak, karena yakin mampu memecahkan masalah.
Yelia berpendapat, anak yang kreatif biasanya juga adalah anak yang cerdas. Namun tidak sebaliknya. “Anak yang cerdas secara akademis namun tidak kreatif, biasanya hanya terpaku pada satu sudut pandang, sehingga kadang pemecahan masalah yang dikembangkan kurang efektif. Anak seperti ini umumnya memiliki prestasi belajar yang baik namun kurang mampu memecahkan persoalan praktis,” terangnya.
Psikolog Pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Patricia Adam, S.Psi., M.Psi. menambahkan, anak yang tidak memiliki kreativitas akan mudah merasa cemas dan tertekan ketika dihadapkan pada tugas-tugas yang majemuk. Anak seperti ini juga tampil kurang fleksibel. “Misalkan dalam berdiskusi, karena ia kurang dapat menghargai dan terkadang menganggap aneh ide temannya, yang menurutnya kurang sesuai dengan aturan yang ada. Ia juga biasanya kurang peka dalam melihat berbagai stimulus yang ada, yang sebetulnya bisa dimanfaatkan dalam pemecahan masalah.”
Mengembangkan kreativitas
Pada dasarnya, berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui aktivitas atau kebiasaan sehari-hari. Sehingga menurut Patricia, keberadaan lembaga khusus kurang diperlukan. “Yang terpenting adalah bagaimana orangtua dan guru mampu menciptakan iklim yang menunjang pengembangan kreativitas, yang mendorong anak untuk merasa tertarik dan tertantang untuk berkreasi,” jelasnya. Namun, tambah Yelia, jika yang dimaksud adalah kreativitas yang berkaitan dengan bidang tertentu, seperti seni, anak dapat saja mengikuti kegiatan khusus untuk mengasah potensi dan kreativitasnya.”
Peranan orang dewasa sebagai panutan dalam berperilaku kreatif juga sangat membantu pengembangan kreativitas anak. Hal ini diungkapkan Ahli Pendidikan Kreatif dari Qurius, Kayee Man. “Perilaku kreatif bisa ditunjukkan dengan berpikiran terbuka, berani mengambil risiko, mencari ide-ide baru, mengevaluasi ide secara kritis, dan tak ragu untuk mengatasi masalah. Anak-anak belajar dengan mencontoh perilaku orang lain, maka perilaku orang dewasa di sekitarnya merupakan pengaruh yang sangat penting untuk mereka. Orang-orang dewasa ini juga dapat mendorong anak-anak menjadi kreatif dengan memberikan pujian ketika anak tersebut melakukan sesuatu yang kreatif,” papar Kayee.
Secara spesifik, Kayee melihat guru dan orangtua harus belajar dengan strategi dan kemampuan berpikir kreatif, agar dapat mendorong anak berpikir kreatif. “Mereka juga dapat mencari informasi mengenai lingkungan seperti apa yang dapat mendukung kreativitas, sehingga mereka sendiri dapat membangun lingkungan semacam itu,” tambahnya.
Menurut Patricia, proses kreatif tidak bisa dipisahkan dari adanya imajinasi. “Anak yang diberi kesempatan untuk bebas berimajinasi lewat bermain atau aktivitas lainnya sudah mendapatkan peluang besar untuk memunculkan potensi kreatifnya. Dengan lingkungan yang kaya akan rangsangan mental di mana anak bebas dan merasa aman dalam berkreasi maka ia akan merasa tertarik dan tertantang untuk mewujudkan kreativitasnya. Kondisi ini, dapat tercipta bila orangtua mau menyempatkan diri berdiskusi dengan anak, menyediakan alat-alat permainan yang dapat merangsang kreativitas, dan memberi ruang untuk berkreasi.”
Sinergi pengetahuan & kreativitas
Ahli kreativitas, S.C. Utami Munandar melihat bahwa pendidikan kreativitas sangat terkait dengan pendidikan akademik. Dengan menjadi kreatif, siswa tidak akan merasa cemas ketika menghadapi masalah dalam pelajaran karena sudah terbiasa melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang.
Kayee sependapat bahwa seharusnya tidak ada perbedaan antara akademik dan kreativitas. Karena untuk menjadi kreatif dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan. “Anda tidak dapat mencipta atau memikirkan sesuatu yang baru jika hanya sedikit hal yang Anda ketahui. Di lain pihak, mengetahui dan mengingat banyak hal tanpa mengetahui bagaimana mengelola pengetahuan itu menjadi suatu manfaat yang baik dan efektif juga tidak berguna,” tegas Kayee.
Mengenai metode pendidikan, Yelia memandang perlu dikembangkan kemampuan dalam berpikir secara divergen, yaitu proses berpikir yang memungkinkan untuk menghasilkan beragam jawaban terhadap satu persoalan. “Misalnya metode belajar aktif. Metode ini akan merangsang anak untuk mencari solusi dari beragam persoalan kegiatan belajar. Kegiatan belajar mengajar pun dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga memungkinkan siswa atau anak untuk mengaplikasikan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Yelia.
Misalnya, guru memberikan pertanyaan yang menuntut jawaban yang beragam, seperti meminta anak menyebutkan fungsi lain yang tidak biasa dari suatu benda (katakan saja fungsi lain dari koran selain dari fungsi umumnya yaitu untuk dibaca).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kayee di sejumlah sekolah umum, disimpulkan bahwa para guru harus lebih menyadari bahwa mereka bisa menjadi kreatif dan memiliki keberanian untuk mengaplikasikan kekreatifannya dalam proses mengajar. ”Namun hal ini sulit dilakukan karena kendalanya di Indonesia ialah budaya yang tidak mendukung sesuatu dilakukan secara berbeda. Dalam budaya Indonesia, mengambil risiko bukanlah hal yang biasa dilakukan,” pungkas Kayee.
Ciri-ciri anak yang kreatif
- Fluency. Mampu melontarkan beragam ide unik dalam waktu terbatas
- Flexibility. Mampu menelaah berbagai sudut pandang dalam mencari alternatif pemecahan masalah
- Mampu menciptakan/memikirkan hal-hal yang bersifat original
- Mampu melakukan elaborasi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi, atau berpikir secara detil sehingga dapat menghasilkan hal-hal atau pemikiran baru
- Mampu mengombinasikan berbagai hal/ide yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas dan bakat
- Ciptakan lingkungan yang merangsang kreativitas
Kembangkan rasa ingin tahu anak dengan mengenalkannya pada berbagai hal atau kegiatan, misalnya dengan melakukan eksprerimen sederhana, membuat kreasi, atau mengunjungi museum.
- Libatkan anak dalam kegiatan curah ide (brainstorming )
Minta anak melontarkan beragam ide dalam kelompok, dan kemudian membahas ide-ide yang dilontarkan. Semakin banyak ide yang dihasilkan, semakin besar kemungkinkan munculnya ide-ide yang unik.
- Berikan kesempatan untuk bereksplorasi dan mencoba
Berikan anak kebebasan untuk melakukan eksplorasi, menemukan hal-hal baru, dan sesekali membuat kesalahan sehingga ia dapat belajar menelaah berbagai sudut pandang untuk memecahkan persoalan.
- Munculkan motivasi internal
Hargai setiap ide maupun karya yang dihasilkan anak secara proporsional. Hindari memberi kritik yang dapat menimbulkan kekecewaan pada anak. Hindari juga memberi pujian secara berlebihan. Hendaknya juga tidak selalu menghadapkan anak pada situasi yang kompetitif.
- Kembangkan cara berpikir yang fleksibel dan playful
Latih anak untuk menelaah berbagai sudut pandang dalam menghadapi persoalan. Misalnya saja ketika anak melontarkan pendapatnya, orangtua atau guru dapat memperkaya pendapat tersebut ataupun memberikan pendapat dari sudut pandang lain tanpa mengkritisinya. Kembangkan sense or humor sehingga anak terbiasa menghadapi ide-ide ‘liar’, yang tidak biasa (out of the box).
- Kenalkan anak dengan orang-orang yang kreatif
Kenalkan anak pada seseorang yang memiliki suatu karya dan diskusikan mengenai kemampuannya. Guru juga dapat merancang suatu kegiatan di sekolah, misalnya dengan mengundang ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi pengalaman mengenai hal-hal yang dapat membantu mereka dalam menghasilkan karyanya (mengembangkan kreativitas), seperti penulis, musisi, scientist, dsb)
Baca Juga: Ciptakan Quality Time Bersama Suami Lewat 3 Aktivitas Ini!
Kebiasaan-kebiasaan yang menghambat kreativitas anak
- Pola asuh otoriter atau over protektif.
- Memberikan aktivitas yang sudah terstruktur, seperti mewarnai berdasarkan contoh dan permainan yang sifatnya mekanis dan otomatis
- Kebiasaan mengkritik secara cepat dan mencemooh hasil karya anak
- Kurangnya waktu luang untuk anak
- Melarang anak untuk melamun, padahal melamun merupakan saat dimana anak dapat berimajinasi menghasilkan kreasi-kreasinya. Namun orangtua dan guru juga tetap perlu memperhatikan durasi anak dalam melamun agar tidak membuatnya lupa mengerjakan tugasnya kembali atau melakukan aktivitas semula.