Oleh: Roslina Verauli, M. Psi (psikolog)
Peran Orangtua
Setiap orangtua memiliki peranan yang besar bagi anak. Selama ini yang diketahui orangtua pada umumnya adalah peran mereka sebatas membesarkan dan melindungi anak agar kelak menjadi individu yang mandiri dan kompeten. Namun seperti apa proses membesarkan anak, kerap menjadi tanda tanya.
Maklum, setiap orangtua membawa sejumlah kualitas-kualitas pribadi dan berbagai kebutuhan yang kompleks dalam peranannya sebagai orangtua. Sama halnya seperti anak, orangtua juga memiliki jenis kelamin dan temperamen yang berbeda, sehingga turut memberikan cara-cara yang berbeda dalam pengasuhan.
Bahkan lebih jauh, orangtua turut membawa pengalaman masa lalunya terdahulu saat diasuh oleh orangtuanya di masa kecil, dan sejumlah nilai-nilai budaya yang membentuk apa yang mereka lakukan saat ini. Selain itu, orangtua juga memiliki pola-pola kehidupan sosial seperti, hubungan bersama pasangan, keluarga besar, dan dunia kerja.
Sehingga orangtua perlu melakukan sejumlah penyesuaian agar sejumlah kualtas-kualitas pribadi yang mereka bawa ke dalam pengasuhan anak, mampu memenuhi sejumlah kebutuhan-kebutuhan anak, agar terpenuhi berbagai tuntutan perkembangannya, baik secara fisik dan motorik, kognitif alias kemampuan berpikir dan kecerdasan, kebutuhan emosi dan sosial, hingga kebutuhan akan berbagai nilai dan norma.
Peran Ayah dan Ibu berbeda dalam pengasuhan?
Mengingat peran jenis kelamin turut memengaruhi pola pengasuhan, pertanyaan kemudian adalah, apakah Ayah dan bu memiliki peran-peran yang berbeda dalam pengasuhan?
Secara umum, Ayah dan Ibu memilki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya seperti yang sudah dibahas sebelumnya, dalam subjudul ”peran orangtua”. Namun ada sedikit perbedaan sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh Ayah dan Ibu.
Peran Ayah | Peran Ibu |
Menumbuhkan perasaan percaya diri dan kompeten pada anak melalui kegiatan bermain yang lebih keras dan melibatkan fisik baik di dalam maupun di luar ruang. | Menumbuhkan perasaan mencintai dan mengasihi pada anak melalui interaksi yang jauh lebih melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang. |
Menumbuhkan kebutuhan akan hasrat berprestasi pada anak melalui kegiatan mengenalkan anak tentang berbagai jenis pekerjaan dan berbagai kisah tentang cita-cita. | Menumbuhkan kemampuan berbahasa pada anak melalui kegiatan-kegiatan bercerita dan mendongeng, serta melalui kegiatan yang lebih intim, yakni berbicara pada anak. |
Mengajarkan tentang peran jenis kelamin laki-laki, tentang bagaimana harus bertindak sebagai laki-laki, dan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial dari laki-laki. | Mengajarkan tentang peran jenis kelamin perempuan, tentang bagaimana harus bertindak sebagai perempuan, dan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial dari seorang perempuan |
Perubahan Peran Orangtua dalam Proses Pengasuhan
Peran orangtua dalam pengasuhan anak kerap mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Itulah sebabnya, orangtua diharapkan mampu memahami tugas-tugas perkembangan anak dalam setiap tahap tumbuh kembangnya.
Untuk menciptakan anak yang cerdas, orangtua terlebih dahulu harus memahami apa yang dimaksud dengan kecerdasan dan kemudian memahami perkembangan kognitif pada anak. Sehingga orangtua, khususnya Ayah, juga dapat diharapkan menjadi fasilitator perkembangan anaknya. Menurut pakar psikologi perkembangan terkenal asal Swiss, Jean Piaget, anak perlu melakukan aksi tertentu atas lingkungannya untuk dapat mengembangkan cara pandang yang kompleks dan cerdas atas setiap pengalamannya. Dan sudah menjadi tugas orangtua untuk memberi anak pengalaman yang dIbutuhkannya agar mereka bisa mengembangkan kecerdasannya.
Anak Cerdas seperti Einstein
Hingga saat ini, sulit untuk menguraikan apa yang dimaksud dengan kecerdasan karena termnya begitu kompleks. Kecerdasan tak sebatas hanya kecerdasan di sekolah yang terukur dari kemampuan anak dalam belajar membaca, berhitung, atau menggambar. Lebih dari itu. Kecerdasan adalah kemampuan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi, yang mencakup; pembentukan konsep, pemecahan masalah, kreativitas, memori, persepsi, dan masih banyak lagi.
Ada sejumlah kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir yang menggambarkan kecerdasan, antara lain: kemampuan untuk mengelompokkan pola, kemampuan memodifikasi perilaku agar lebih adaptif, kemampuan melakukan penalaran deduktif, kemampuan melakukan penalaran induktif, kemampuan mengembangkan konsep, dan kemampuan untuk memahami atau melihat keterkaitan pada sejumlah informasi.
Salah satu kemampuan yang sangat dikenal luas oleh orangtua adalah kemampuan melakukan penalaran berpikir secara matematis, seperti yang dimiliki oleh Albert Einstein. Kecerdasan pada area ini dipercaya dapat mewakili kecerdasan pada area yang lain. Mengembangkan kecerdasan dalam melakukan kemampuan berpkir logis akan meningkatkan kecerdasan anak secara umum, meski sesungguhnya orangtua dapat mengembangkan berbagai kemampuan logika berpikir lain yang ada anak, seperti logika berpikir dalam menganalisis masalah dalam sebuah cerita, dalam sebuah gambar atau balok, dalam sebuah gerakan tari atau senam, dalam sebuah irama lagu, dan masih banyak lagi.
Kecerdasan merupakan kemampuan berpikir yang lebih advance. Untuk dapat meningkatkan kecerdasan anak, Ayah pun perlu turut belajar memahami tahap perkembangan kemampuan berpikir pada setiap tahap usia anak.
Status Perkembangan Kognitif Anak dan Peran Ayah dalam Pengembangannya.
Jean Piaget merumuskan tentang tahap perkembangan kemampuan kognitif pada anak. Menurutnya, kemampuan berpikir pada anak berubah untuk setiap tahap tumbuh kembang dan memiliki penekanan pada kemampuan tertentu.
Mengulang tindakan. Misalnya:membuka dan menutup tangan
Awal berpikir
Usia | Perilaku | |
Sensori Motor | 0-2 tahun | Anak memersepsi dan bertindak |
Tahap berefleks | 0-1 bulan |
Melatih refleks yang sudah ada, misalnya: menghisap Mengulang tindakan. Misalnya:membuka dan menutup tangan |
Tahap reaksi primer | 1-4 bulan | Menggunakan dua penginderaan sekaligus. Misalnya:lihat dan dengar |
Tahap reaksi Sekunder | 4-8 bulan | Mengulang tindakan untuk melihat perubahan lingkungan. Misalnya: menendang mainan gantung untuk melihatnya bergerak menjauh |
Tahap koordinasi | 8-12 bulan | Memberikan respon untuk menyelesaikan masalah. Misalnya: memindahkan penutup untuk mengambil mainan |
Tahap reaksi tertier | 12-18 bulan | Tertarik pada karakter sebuah mainan untuk melihat bagimana mainan bisa berfungsi. Bayi sudah bisa meniru lebih akurat. |
Awal berpikir | 18-24 bulan | Anak mulai mengunakan bahasa dan simbol |
Periode Pre-opreational |
2-7 tahun | Anak mulai menghadirkan obyek atau orang dengan menggunakan simbol (misalnya: bahasa) |
Tahap pre-konseptual | 2-4 tahun | Menghadirkan setiap pengalamannya secara mental dengan menggunakan bahasa, lebih imajinatif dalam bermain. |
Tahap intuitif | 4-7 tahun | Mulai merespon secara intuitif namun lebih menaruh perhatian pada tampilan sebuah obyek, seperti gelas yang lebih tinggi akan menyimpan air lebih banyak daripada gelas yang pendek. |
Anak mulai menghadirkan obyek atau orang dengan menggunakan simbol (misalnya: bahasa)
Menghadirkan setiap pengalamannya secara mental dengan menggunakan bahasa, lebih imajinatif dalam bermain.
Mulai merespon secara intuitif namun lebih menaruh perhatian pada tampilan sebuah obyek, seperti gelas yang lebih tinggi akan menyimpan air lebih banyak daripada gelas yang pendek.
Berdasarkan status perkembangan kognitif anak seperti yang diuraikan di atas, Ayah dapat menyelami kemampuan seperti apa yang sedang berkembang pada anaknya di usia tertentu. Sehingga Ayah dapat menentukan permainan dan kegiatan seperti apa yang dapat merangsang perkembangan kemampuan berpikir anak agar kecerdasannya optimal.
Seperti apa kegiatan yang dapat dikembangkan Ayah untuk setiap tahap perkembangan Anak, akan kita kupas tuntas dalam talkshow ”Peran Ayah agar Anak Secerdas Einstein” pada Smart Parents Conference.
Buku Rujukan
Brooks, Jane B. 2004. The Process of Parenting. 6th Ed. New York: McGraw-Hill.
Papalia, Diane., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. 2008. Human Development. 11th Ed. USA:
McGraw-Hill.
Solso, R Robert. 2001. Cognitive Psychology. 6th Ed. Nevada: Allyn & Bacon.
Vasta, Ross., Miller, Scott A., Ellis, Shari. 2004. Child Psychology. 4th Ed. NJ: John Wiley
& Sons, Inc.