Hai, Bu, apa kabar? Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman yang belum lama ini saya temui. Waktu saya menjenguk teman saya yang baru saja melahirkan, saya melihat ada seorang bayi yang mengalami kejang. Saya merasa kasihan sekaligus tak tega saat melihatnya. Saya pun bertanya dalam hati, apakah kejang pada bayi berbahaya? Akankah berpengaruh pada kecerdasan otaknya? Inilah rangkuman informasi yang saya temukan untuk menjawab pertanyaan tersebut:
Mengapa Bayi Bisa Mengalami Kejang?
Bayi sangat mungkin mengalami kejang setiap saat. Bahkan kasus kejang pada bayi tertinggi ditemukan pada bayi setelah beberapa jam hingga hari pertama kelahirannya. Apa penyebabnya?
Penyebab kejang pada bayi adalah karena otak bayi, terutama bayi baru lahir, masih belum matang. Dikarenakan kurangnya perlindungan tersebut, maka bayi pun sangat rentan mengalami kejang.
Adakah Pengaruhnya bagi Otak Bayi?
Umumnya kejang pada bayi yang terjadi dalam waktu singkat tidak akan berpengaruh bagi otaknya. Bahkan bila bayi menderita kejang singkat hingga beberapa tahun, otaknya tidak akan mengalami kerusakan. Namun jika kejangnya berlangsung lama (sekitar 10 menit atau lebih), maka dapat berpotensi menyebabkan kerusakan otak bagi beberapa bayi. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh pada kecerdasannya.
Kejang pada bayi yang berlangsung selama 5 menit atau lebih dianggap sebagai kondisi yang darurat, sehingga harus segera mendapatkan penanganan medis. Pada bayi baru lahir, kejang berisiko tinggi menyebabkan penurunan memori jangka panjang hingga gangguan kognitif seperti autisme. Sayangnya hingga kini masih belum diketahui bagaimana penurunan memori tersebut dapat terjadi, begitu pula dengan langkah pencegahan yang bisa dilakukan.
Kejang dan Perkembangan Otak pada Bayi Baru Lahir
Seorang ahli saraf dari Children Hospital Boston, Frances Jenson, beserta para peneliti lainnya melakukan penelitian tentang kejang dan perkembangan otak bayi baru lahir. Hasilnya mengungkapkan adanya pengaruh kejang awal terhadap perkembangan otak pada tingkat seluler dan molekuler dalam jangka panjang.
Di samping itu, penelitian dilanjutkan dengan upaya menangkal efek kejang tersebut segera setelah mengalami kejang menggunakan obat-obatan berupa NBQX yang telah disetujui oleh FDA, sebuah badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan terjadi potensi penurunan kemampuan otak dalam jangka panjang yang ditunjukkan pada dua hingga tiga hari setelah mengalami kejang.
Pengaruh Kejang Terhadap Perkembangan Bayi
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa bayi yang mengalami kejang selama lebih dari 30 menit atau yang disebut Status Epileptikus (SE) dapat berpengaruh pada perkembangannya. Di Indonesia, SE lebih dikenal dengan istilah epilepsi dan paling sering menyerang bayi dan anak-anak, terutama pada tiga tahun awal kehidupan anak yang merupakan fase penting tumbuh kembangnya.
Dikarenakan tergolong ke dalam kondisi yang mengkhawatirkan, bayi yang mengidap SE sangat perlu untuk mendapatkan perawatan medis sesegera mungkin. Bahkan dalam penelitian di sebuah jurnal atas nama League Against Epilepsy (LAE) mengungkapkan bahwa setahun setelah menderita SE, seseorang dapat mengalami gangguan perkembangan saraf yang serius.
Apakah Faktor Risikonya?
Meski sudah mendapatkan penanganan medis, tapi bayi masih berisiko untuk mengalami kejang demam lanjutan. Berikut beberapa faktor risiko yang menyebabkan kejang demam lanjutan pada bayi:
- Memiliki riwayat keluarga yang sama.
- Mengalami demam sedang saat kejang dengan suhu antara 39-40 derajat Celcius.
- Mengalami kejang demam pertama di bawah usia 18 bulan.
- Mengalami kejang segera setelah demam (kurun waktu satu jam).
Kapan Harus Segera ke Dokter?
Jika kejangnya masih bisa ditangani, Ibu tidak perlu membawa bayi ke dokter. Namun jika terjadi beberapa kondisi berikut, segeralah minta bantuan medis:
- Bayi mengalami muntah atau leher kaku.
- Kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh.
- Mengalami demam hingga 40 derajat Celcius atau lebih.
- Kejang tanpa demam.
- Kejang berulang dalam sehari.
Itulah informasi seputar kejang pada bayi yang bisa saya bagikan kepada Ibu. Ingat ya, Bu, jika melihat adanya tanda-tanda yang mengkhawatirkan, jangan ragu untuk segera berkonsultasi kepada dokter. Semoga bayi Ibu selalu dalam keadaan sehat!
Bagi Ibu yang ingin berkonsultasi seputar kesehatan anak, juga bisa berkunjung ke laman Tanya Pakar. Para ahli di sana akan menjawab pertanyaan Ibu secara langsung. Untuk dapat menggunakan fitur tersebut, jangan lupa untuk registrasi terlebih dulu ya, Bu.
Sumber:
Orami