Ungkapan ‘banyak anak banyak rejeki’ hingga kini masih sering kita dengar, yang berarti sang Ibu lebih sering melahirkan. Padahal, melahirkan bayi membutuhkan bermacam persiapan. Sebelum memutuskan untuk hamil lagi, pikirkan dulu apakah pada umurnya saat ini si Kecil sudah siap punya adik?
Tubuh Ibu perlu rentang waktu untuk ‘diisi’ atau hamil kembali. Selama menjalani masa kehamilan dan menyusui, cadangan nutrisi dalam tubuh Ibu banyak tersedot, terutama zat besi dan kalsium.
Jadi, berapa jarak antarkehamilan yang ideal? Menurut Journal of the American Medical Association, jaraknya adalah 2-5 tahun. Bila jarak terlalu pendek (sebelum dua tahun), tubuh Ibu dikhawatirkan belum kembali pulih dari kehamilan dan persalinan sebelumnya, ditambah lagi Ibu perlu menyusui bayinya. Jarak kehamilan yang terlalu jauh pun (setelah lima tahun), menyebabkan kemampuan tubuh untuk hamil kembali dengan segala konsekuensinya telah menurun. Ibu seperti menjalani kehamilan pertama lagi.
Bila hamil kembali hanya berselang enam bulan dari kelahiran sebelumnya, dikhawatirkan bayi akan berisiko mengalami prematur atau berat bayi lahir rendah (BBLR). Risiko gangguan tersebut juga masih mungkin terjadi pada bayi-bayi yang lahir selang 7-17 bulan setelah kelahiran sebelumnya. Jika Ibu ingin hamil lagi setelah kehamilan sebelumnya, rentang waktu 18-23 bulan cukup untuk pemulihan tubuh Ibu, termasuk ‘mengganti’ waktu tidur yang hilang untuk menyusui lagi.
Rentang waktu antara kehamilan sebelumnya yang cukup memberikan keuntungan bagi anak-anak juga. Kakak beradik yang berjarak lebih dari dua tahun memiliki kemampuan membaca dan matematika lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang terpaut kurang dari dua tahun. Di sisi lain, apabila jarak antarkehamilan minimal dua tahun, anak yang lebih besar kemungkinan sudah disapih dan ikatan batin orang tua dan anak sudah terbentuk.
Perbedaan jarak kehamilan juga memberi kesempatan bagi anak-anak yang sudah ada, atau sang kakak lebih mandiri dan memiliki tanggung jawab kepada adiknya. Bagi sang adik, maka ia akan mendapatkan stimulasi dari orang tua dan kakaknya yang banyak bermain dan mengajaknya bicara. Antara keduanya juga tidak ada rasa persaingan, karena orang tua bisa memberikan perhatian sama besar kepada masing-masing anak.
Berkaitan dengan faktor menyusui, banyak yang bertanya ‘apakah selama menyusui masih bisa hamil?’ Jawabannya adalah “ya’. Meski sebagian ibu menyusui belum mendapat haid setelah melahirkan, namun tubuh tetap memiliki kemampuan untuk mengeluarkan sel telur. Hal itu baru diketahui ketika mengalami ovulasi (pengeluaran sel telur masak dari ovarium) dua minggu kemudian, yakni saat haid.
Jika Ibu belum ingin hamil kembali namun telah aktif melakukan hubungan intim dan masih dalam periode menyusui, gunakanlah alat kontrasepsi. Sebaiknya Ibu memilih metode kontrasepsi yang sesuai bagi Ibu, tidak berbahaya bagi bayi, serta tidak mengganggu produksi ASI.
Wanita yang memberikan ASI Eksklusif berkemungkinan mengalami penundaan haid selama setahun atau lebih dengan catatan bayi menyusu sepanjang hari. Namun, bila bayi pada awal-awal kelahirannya lebih banyak tidur pada malam hari, maka kemungkinan akan haid lagi lebih cepat, yaitu kira-kira 3-8 bulan setelah persalinan. Hal itu disebabkan karena menyusui akan membantu menahan pengeluaran hormon-hormon yang merangsang ovulasi, walaupun tentu saja hal ini bukan jaminan penuh.
Setelah mendapatkan penjelasan tadi, pertimbangkanlah masak-masak kapan sebaiknya Ibu hamil lagi. Tentunya Ibu tidak menginginkan kesenangan menggendong bayi kecil malah berganti menjadi kerepotan lain akibat harus mengurus tambahan adik bayi yang baru lahir.