Ada ungkapan lucu yang mengatakan, “Baby doesn’t come with a manual!” yang artinya bayi tidak datang dengan buku panduan. Ungkapan itu masih sering membuat saya tersenyum, karena memang karakter si Kecil itu unik dan tak ada pedoman pasti bagaimana menjadi orang tua yang benar.
Bagaimana pun, gaya parenting atau pola asuh kita pun dipengaruhi oleh berbagai aspek. Sebagai contoh adalah, karakter Ibu dan Ayah, pola asuh orang tua kita terdahulu, nilai-nilai yang kita anut dalam kehidupan, dan tentu saja pengalaman yang pastinya sesekali diwarnai dengan kegagalan. Atas dasar itulah kita tak bisa menyebutkan pola asuh bagaimana yang benar dan yang salah. Belum lagi masalah ketika memiliki anak berbeda-beda di tiap tahapnya.
Berdasarkan pengalaman saya saat si Kecil lahir, kita biasanya dihadapkan pada problema dasar bayi: ASI, imunisasi, dan pola tidur, baik untuk si Kecil maupun bagi kita orangtua baru. Namun tak terasa, bayi yang kecil itu tiba-tiba menjadi batita, dan menjadi balita, dan seterusnya. Karakternya pun mulai terlihat, dan berbagai masalah baru pun mulai muncul. Kondisi yang serba tak terduga inilah yang biasanya membuat panik.
Namun Ibu tak perlu cemas. Walaupun tak ada buku panduannya, tentunya ada beberapa cara yang bisa kita anut tentang bagaimana pola asuh sebagai orang tua yang baik menurut para ilmuwan. Kita simak sama-sama yuk, Bu!
Tentukan Tujuan
Hal pertama dan terpenting adalah tanyakan pada diri sendiri, apa tujuan pola asuh Ayah dan Ibu? Untuk menunjukkan siapa yang berkuasa? Untuk menanamkan ketakutan? Atau untuk membantu si Kecil menjadi orang yang baik dan percaya diri?
Pola asuh yang baik adalah yang menanamkan empati, kejujuran, kepercayaan, kontrol diri, kerja sama, dan kebahagiaan, ujar Steinberg, penulis buku “The Ten Basic Principles of Good Parenting”.
Pola asuh yang baik juga menekankan keingintahuan, motivasi, dan keinginan untuk mencapai sesuatu, sekaligus menghindari si Kecil dari perasaan gelisah, depresi yang berujung pada kekacauan pola makan, atau malah penggunaan obat-obatan terlarang.
Karena itu, pola asuh terbaik adalah kombinasi dari contoh yang baik (role model), pengajaran, sekaligus rasa persahabatan. Jika kita, sebagai orang tua, tak memiliki hubungan yang baik dengan sang anak, maka akan tercermin dalam perilaku anak. Pikirkan jika kita tak menyukai seseorang, maka kita tak akan mendengarkannya, bukan? Begitu pula yang akan terjadi dengan anak kita, Bu.
Jadi, apa saja 10 aturan dasar menjadi orang tua yang baik?
- Apa yang orang tua lakukan adalah contoh. Ini adalah salah satu prinsip terpenting. Apa pun yang kita lakukan, si Kecil akan selalu mengawasi. Karena itu, jangan langsung bereaksi cepat tehadap sesuatu. Tanyakan kepada diri sendiri, “Apa yang ingin saya capai, dan apakah reaksi saya akan menuju ke tujuan saya?’’
- Tak ada yang namanya “terlalu mencintai”. Menurut Steinberg, “Memanjakan sangat berbeda dengan mencintai”. Hasilnya pun tak sama. Memanjakan berarti memberikan banyak kelonggaran atau materi, namun bukan waktu untuk kebersamaan.
- Terlibatlah dalam kehidupan si Kecil. “Menjadi bagian penting dan selalu terlibat dalam kehidupan si Kecil adalah kerja keras, dan terkadang itu membuat Anda harus memikirkan kembali prioritas-prioritas Anda,” tulis Steinberg. Namun “terlibat” tak sama dengan mengerjakan tugas-tugas si Kecil seperti pekerjaan rumahnya, Bu. Pekerjaan rumah adalah alat bagi guru untuk mengetahui sejauh apa perkembangan si Kecil. Jika Ibu mengerjakan pekerjaan rumahnya, maka gurunya tak akan tahu apakah si Kecil sudah benar-benar paham dengan pelajarannya. Malah bahaya untuk masa depannya kan, Bu?
- Cocokkan pola asuh Anda dengan si Kecil. Selalu ikuti perkembangan si Kecil sesuai usianya. Aturan yang Ibu terapkan saat ia berusia tiga tahun tentu tak sama ketika ia berusia 5 tahun.
- Buat peraturan. Jika Ibu tidak mengatur perilakunya saat ia kecil, maka saat dewasa ia akan kesulitan mengatur dirinya sendiri, terutama bila orang tuanya tak ada. Aturan yang Ibu terapkan saat ia masih kecil akan menentukan aturan apa yang akan ia buat untuk dirinya sendiri kelak.
- Dukung kemandirian si Kecil. Sebagai Ibu, saya juga dulu suka takut kalau si Kecil mencoba hal-hal baru, Bu. Takut jatuh lah, takut sakit, pokoknya saya menghindari situasi yang sekiranya akan membuat si Kecil tidak nyaman. Untungnya saya segera paham bahwa cara tersebut justru akan membuat si Kecil jauh dari sikap mandiri.
“Memberikan batas akan membantunya membangun kontrol diri. Sedangkan mendukungnya untuk menjadi mandiri membantunya menentukan arah. Agar sukses dalam kehidupan, si Kecil membutuhkan keduanya,” menurut Steinberg. - Selalu konsisten. Jika setiap hari aturan Ibu berubah, tak dapat diprediksi, atau hanya menerapkan aturan sesekali, maka jika anak berkelakuan buruk, kesalahan bukan ada padanya. Si Kecil butuh menyesuaikan diri terhadap aturan, dan sikap tidak konsisten hanya akan membuatnya bingung. Maka itu, pikirkan aturan-aturan yang akan Ibu dan Ayah terapkan sebelum dibuat.
- Hindari cara kekerasan untuk mendisiplinkan anak. Sebagai orang tua, seharusnya tak pernah memukul anak, dalam situasi apa pun. Membuatnya jera, belum tentu membuatnya memahami kesalahannya. Selain itu, anak yang dipukul, dicubit, ditampar akan lebih rentan untuk berkelahi dengan anak lain. Saya biasanya memilih hukuman lain yang lebih bersifat mendidik. Misalnya, mengurangi waktu menonton tv si Kecil, atau memintanya untuk membantu saya merapikan buku-buku sesuai dengan urutannya.
- Jelaskan aturan yang dibuat serta keputusan yang diambil. Contohnya, jelaskan mengapa membuang sampah pada tempatnya adalah hal yang baik. Saya bahkan menjelaskan alasan ketika memutuskan untuk memakai baju merah ketimbang baju hitam ketika hadir ke pesta ulang tahun sepupunya. Ya, sesederhana itu, Bu.
“Apa yang terlihat jelas bagi Anda belum tentu berlaku buat si Kecil. Ia tak memiliki prioritas, penilaian, dan pengalaman seperti yang Anda punya,” tulis Steinberg. - Perlakukan anak dengan hormat. Cara terbaik untuk mendapatkan perlakuan hormat dari si Kecil dalah dengan menghormatinya seperti Ibu memberikannya ke orang lain. Bicaralah dengan baik, dengarkan opininya, perhatikan maksud bicaranya dan berikan ia kebaikan. Biasanya, anak memperlakukan orang lain sesuai bagaimana orang tuanya memperlakukannya lho, Bu. Maka hubungan Ibu dengan si Kecil akan jadi landasan bagaimana hubungannya dengan orang lain.
Kira-kira, bisakah Ibu melakukan 10 hal tersebut di atas? Tak perlu berkecil hati Bu, saya juga mengalami kesulitan kok, saat menjalaninya. Jika Ibu mengalami kegagalan dari 10 hal tadi, segeralah perbaiki, agar hubungan dengan si Kecil tetap terjalin dengan baik. Soalnya, terkadang sebagai orang tua, kita cenderung lebih ingat untuk memperbaiki hubungan dengan orang dewasa yang lain dan melupakan si Kecil.
Semoga 10 aturan dasar yang dipaparkan di atas bisa jadi pengingat kita sebagai orang tua ya, Bu. Jangan lupa untuk tunjukkan juga artikel ini kepada Ayah. Selamat mencoba!